Sianida mungkin merupakan zat yang tidak asing bagi kita. Zat ini menimbulkan alergi, keracunan parah, dan bahkan kematian, seperti pada kasus kopi sianida beberapa tahun lalu dan juga sate sianida yang baru –baru ini terjadi. Mungkin sebagian dari kita mengira bahwa sianida itu merupakan bahan kimia yang dibuat dari pabrik atau didapat dari hasil sintesis kimiawi. Akan tetapi, ternyata sianida ini secara alami terdapat dalam beberapa makanan, seperti singkong, apel, kacang almond, buah apricot, buah persik, dll. Biasanya sianida yang terkandung dalam makanan berada dalam bentuk glikosida sianogenik yang apabila melalui proses pengolahan yang salah atau dikonsumsi secara berlebihan dapat berubah menjadi sianida dalam tubuh yang bersifat toksik.
Sianida sebenarnya tidak terlalu berbahaya apabila dikonsumsi dalam dosis kecil. Namun, apabila dikonsumsi dalam dosis tinggi, yakni 2500-5000 mg.min/m3 akan berakibat fatal bagi tubuh. Senyawa kimia ini dapat masuk kedalam tubuh akibat tertelan, terhirup, atau kontak dengan kulit (jika terkena cairan pestisida). Masuknya sianida melalui mulut menyebabkan keberadaan sianida pada saluran cerna dan pembuluh darah, sedangkan apabila terhirup, maka racun akan menumpuk di paru-paru.
Biasanya segera setelah terpapar sianida, muncul gejala-gejala tertentu, antara lain kecemasan, sakit kepala, pusing, tidak bisa memfokuskan mata, dan hipoksia (kekurangan oksigen). Hipoksia dapat terjadi apabila sianida berikatan dengan sitokrom oksidase a3 yang berperan penting dalam proses pernapasan. Hipoksia yang terjadi dapat terus berlanjut akan berkembang menjadi penurunan tingkat kesadaran, kejang, dan koma apabila konsentrasi sianida dalam serum darah lebih besar dari 0,5 mg/L.
Paparan sianida dalam dosis tinggi juga dapat menstimulasi sistem saraf pusat yang kemudian diikuti oleh depresi, kejang, lumpuh dan kematian. Selain itu, keracunan sianida dapat terjadi karena senyawa ini dapat berdifusi dengan cepat pada jaringan dan berikatan dengan organ target dalam hitungan detik. Ikatan ini akan menginaktifkan beberapa enzim, terutama pada jenis sianida yang mengandung besi dalam bentuk Ferri (Fe3+) dan kobalt (Co).
Pertolongan pertama bagi orang yang terpapar oleh sianida dalam keadaan masih sadar adalah mencari udara segar atau dapat juga diberikan oksigen murni jika diperlukan. Pemberian oksigen ini bertujuan untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan. Terjadinya kekurangan oksigen akan memicu produksi laktat dari metabolisme anaerobik (tanpa oksigen). Hal ini dapat diterapi dengan memberikan sodium bikarbonat secara intravena dan bila pendertia gelisah dapat diberikan diazepam. Kemudian, untuk mencegah keracunan lebih lanjut, dapat diberikan antidot (penawar), seperti sodium nitrit dan sodium thiosulfat. Namun, jika korban telah kehilangan kesadaran, maka segera dibawa ke rumah sakit agar dapat ditangani sebelum terjadi efek yang lebih serius. Perlu diperhatikan juga bahwa tidak diperbolehkan melakukan tindakan napas buatan karena terdapat kemungkinan penularan keracunan sianida.
Daftar Pustaka
ATSDR. 2006. Toxicological Profile for Cyanide. Registry, A.f.T.S.a.D. (ed).
Alodokter. Tidak Disangka, Makanan Ini Mengandung Racun Sianida. Diakses dari https://www.alodokter.com/tidak-disangka-makanan-ini-mengandung-racun-sianida.
Anonymus. 2005. Cyanide. Departement Of Health and Human Service. Center for Disease Control and Prevention. Available from: www.bt.cdc.gov/agent/cyanide/basics/pdf/cyanidecasedef.pdf.
Baskin SI, Brewer TG. 2006. Cyanide Poisoning. Chapter. Pharmacology Division. Army Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving Ground, Maryland. USA. Available from: www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf.
Cahyawati, P. N. 2017. Keracunan Akut Sianida. WICAKSANA: Jurnal Lingkungan dan Pembangunan, 1(1): 80-87.
Pitoi, M. M. 2015. Sianida: klasifikasi, toksisitas, degradasi, analisis (Studi Pustaka). Jurnal MIPA, 4(1): 1-4.