SCORA The Series – Antenatal Care and Maternal Mental Health in COVID-19 Pandemic Period


Pada situasi pandemi COVID-19 penting untuk mengetahui hal yang harus diperhatikan pada Ibu Hamil termasuk kesehatan mentalnya. Pada Webinar yang di adakan CIMSA UGM Pada Minggu 13, September 2020 mengangkat tema “Antenatal Care and Maternal Mental Health in COVID-19 Pandemic Period”. Dengan dua narasumber ahli dalam acara ini yaitu, dr. Diannisa Ikarumi Enisar Sangun, Sp.OG (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Yogyakarta) dan Ibu Arina Megumi Budiani, M.Psi., Psikolog (Associate Psychologist ibunda.id).

Perbandingan psikiater dengan pasien adalah 1: 300.000 jiwa, jumlah ini termasuk sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, untungnya jasa psikolog kini telah terdaftar dalam BPJS sehingga kesempatan untuk mendapatkan penanganan gangguan mental dapat diatasi dengan lebih baik bagi berbagai kalangan. Dilihat dari arti nya sendiri Antenatal care berarti perawatan sebelum kelahiran sedangkan penyebab stress ialah akibat hormonal dan keseharian.

Akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan sendiri terjadi perubahan sejak Maret, akses tetap terbuka (tidak mungkin lockdown) tetapi tetap mengikuti protokol kesehatan, semua fasilitas kesehatan siap untuk menangani ibu hamil, apabila perlu rujukan terdapat 21 rumah sakit daerah di DIY yang mampu menangani kasus suspect dan confirm. Biasanya sebelum pandemi ini kegiatan ultrasonografi dilakukan minimal 3x, Pemeriksaan. Berbeda halnya ketika masa pandemi ini, pada trimester 1 ibu hamil tidak direkomendasikan untuk ke Rumah sakit bila tidak mengalami keadaan darurat dan resiko tinggi kehamilan seperti kehamilan diluar rahim dll. Sedangkan pada Trimester 2 jika tidak ada bahaya/ indikasi, tidak perlu ke rumah sakit, bisa menggunakan telekonsultasi (WA), sedangkan pada Trimester 3 wajib untuk antenatal care minimal 1 bulan sebelum hari perkiraan melahirkan, bisa mengunjungi pelayanan kesehatan terdekat, tidak harus rumah sakit. Selain itu POGI sendiri berfokus terhadap pelayanan KB, kasus kekerasan, kesehatan reproduksi.

Kesehatan mental health itu sendiri selama pandemi ini dilihat dari segi psikologis yaitu , banyak perubahan terjadi baik secara fisik, hormonal maupun mental, apabila tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan stress. Jika dikaitkan dengan pandemi stressornya yaitu takut ke rumah sakit, tidak terbiasa dengan protokol kesehatan, khawatir karena tidak bertemu langsung dengan dokter.
Social distancing yang dilakukan saat ini bisa menjadi penyebab stress pada ibu hamil terutama jika memiliki kepribadian outgoing, aktivitas di luar, kerja, tidak bisa bertemu teman-teman, kurang dukungan. Hal ini dikarenakan masih belum terbiasa melakukan sesuatu sendiri dalam mengurus anak dan semua kegiatan ini hanya dilakukan bersama dengan pasangan masing-masing.

Stressor atau penyebab stress yang ada diakibatkan dari riwayat gangguan mental pada diri sendiri maupun keluarga, faktor genetik, kurangnya dukungan orang sekitar, riwayat kekerasan rumah tangga, kehamilan tidak terencana, riwayat komplikasi selama hamil, pengalaman pernah keguguran, kurangnya persiapan finansial. Pentingnya menjaga kesehatan mental yaitu dengan banyak yang tidak berani speak up, sehingga bisa mengarah ke tingkat depresi, anxiety yang akan berpengaruh pada ibu hamil maupun anaknya.

Saat seseorang punya stress yang tinggi maka bayinya dapat lahir prematur, kedekatan dengan anak kurang baik, kedekatan ibu dan bayi kurang baik, bayi lahir dengan bobot yang ringan, mempengaruhi perkembangan kepribadian dan otak anak, perkembangan anak tidak optimal, anaknya lebih rentan terhadap depresi, produksi ASI.
Yang bisa dilakukan bagi ibu hamil yaitu dari diri sendiri dengan adaptasi terhadap perubahan, menerima dan memahami keadaan saat ini, sehingga kita dapat mengatur ekspektasi dan mencari langkah yang tepat, mencari informasi yang relevan, mengedukasi diri tentang kehamilan, mempersiapkan diri dalam mengasuh anak, mengikuti protokol kesehatan agar merasa aman, meminta support dari teman maupun keluarga, menjaga kesehatan fisik, memenuhi nutrisi, olahraga, pola hidup sehat, tetap menjaga komunikasi dengan teman dan keluarga. Hal ini memang membuktikan bahwa dukungan dari orang terdekat sangat penting.

Pada ibu hamil test covid-19 sebelum melahirkan yaitu wajib rapid test bagi pasien dan penunggu (satu orang). Bila didapatkan hasil positif maka dilakukan test SWAB, jika di puskesmas atau klinik swasta harus dirujuk ke rumah sakit/ fasilitas kesehatan yang memadai (JIH, Sarjito, Hermina, Bethesda dan tergantung tipe), lalu dijalankan protokol covid : penggunaan APD, penggunaan ruangan khusus dengan delivery chamber (dengan tekanan negatif), saat persalinan dan bayi telah lahir: tidak bisa IMD, pemberian ASI harus diperah, vaksinasi hepatitis ditunda.
Dari mitos yang banyak berkembang pada kegiatan USG sendiri, bayi memiliki ruangan yang sempit dalam rahim sehingga posisinya meringkuk. Maka mitos yang mengatakan apabila bayi menutup muka ketika dilakukan USG bertanda bahwa mengalami stress akibat stress yang dialami ibunya yaitu tidak benar.Pada kondisi maternal penyakit diabetes, hipertensi, gangguan mental dapat mempengaruhi kondisi bayi karena rawat diri kurang baik, tidak mau memeriksakan kehamilan, hormon tidak seimbang. Sedangkan baby blues syndrome sendiri muncul pada awal kelahiran 3-5 hari, hanya bertahan beberapa hari, kondisi ini normal (10-20% populasi) karena terjadi perubahan hormonal yang signifikan dan perubahan peran sebagai ibu, tetapi perlu diatasi dengan support system, seperti membantu pekerjaan ibu, jika keparahannya bertambah (lebih dari 2 minggu dan gejala bertambah) perlu waspada dan perlu bantuan psikologis.

Post partum terjadi karena adanya stress, contoh postpartum psychotic seperti depresi, sampai anxiety. Bisa lebih parah jika ada gejala gejala lain. Kekhawatiran akan stress juga harus dikelola supaya tidak sampai terjadi post partum. Ada agenda post partum (setelah nifas) yaitu melalui program wajib dari WHO, gejala klinis bendungan ASI, lokia (darah nifas) dengan rawat diri, dan kebersihan.
Bila ibu hamil mengalami kesulitan untuk melakukan konsultasi jarak jauh (telekomunikasi, telemedicine, telekonsultasi) boleh ke rumah sakit/ klinik terdekat (petugas akan membantu apakah perlu rujukan atau tidak), tidak perlu khawatir berlebihan supaya aksesnya tidak terhambat.

Pada dasarnya Rapid tidak seakurat SWAB (bisa menemukan virus), jika Rapid itu berdasar reaksi antigen-antibodi, jika belum terbentuk antibodi bisa negatif hasilnya, Pada kenyataan bahwa banyak orang tidak SWAB langsung dikarenakan kurang menyenangkan, pertimbangan biaya bila dilakukan SWAB langsung. Istilah yang ada pada masa pandemi ini adalah Scoring yang merupakan kontak erat, riwayat bepergian, gejala-gejala tertentu, jika pasien ODP, perlu APD tipe 2, ASI eksklusif (6 bulan) secara diperah (manual atau alat penyimpanan di freezer bisa 4-6 bulan), dan anak tidak dirawat secara tergabung. Yang bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan menangani kasus ibu hamil pada masa pandemi COVID-19 ini adalah dengan profesionalisme dalam menangani pasien, memberikan edukasi, memfasilitasi sampai pasien tertangani dengan baik apabila fasilitas rumah sakit tidak memadai.

Tips saat panik bagi ibu hamil pada masa pandemi ini yaitu bisa dengan melakukan dan ikut senam hamil, yoga, dan latihan pernapasan. Sedangkan untuk stress tanpa sebab yang sering terjadi dengan mengenali hal yang mendasari perasaan tersebut, misalnya pengalaman tertentu, ingatan, sesuatu hal atau masalah yang dipendam serta jangan merasa malu terhadap stigma buruk mengenai stress. Jika merasa tidak diperhatikan mungkin bisa lebih fokus pada diri sendiri, perlu dibicarakan dengan orang-orang terdekat.
( Redaksi : Tarisna Vidi W, Rahma Shaleha, Titan Rahmadien, Mafira S, Eka Ade ).

Leave a comment

Your email address will not be published.