Klaim Temuan Obat COVID-19 yang Menuai Kritik, WHO Menyarankan Discontinues Uji Klinis


Tim peneliti Universitas airlangga mengklaim berhasil menemukan kandidat obat yang efektif untuk membunuh virus SARS-COV-2 penyebab COVID-19. Riset obat ini dilakukan UNAIR bersama TNI AD dan Badan Intelijen Negara dan sejumlah pihak. Dipimpin langsung oleh kolonel Drs. Bambang Sunarwibowo, S.H., M.Hum. Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Universitas Airlangga, Dr. dr. Purwati, SpPD, K-PTI FINASIM mereka mengumumkan penemuan obat tersebut pada Jum’at (12/6/2020). Kemudian Unair berhasil menyelesaikan tahapan uji klinis 3 kombinasi obat COVID-19 dan diklaim akan menjadi obat pertama di dunia untuk COVID-19. Kandidat obat yang dimaksud merupakan tiga kombinasi obat terdiri dari lopinavir/ritonavir dengan azithromicyne, lopinavir/ritonavir dengan doxycyline,dan hydroxychloroquine dengan azithromicyne. Obat ini diklaim punya efektivitas diatas 90%. “Setelah kami kombinasikan, daya penyembuhannya meningkat dengan sangat tajam dan baik, untuk kombinasi tertentu, itu sampai 98% efektivitasnya” ujar rektor Universitas Airlangga, Muhammad Nasih.

Namun bukannya mendapat apresiasi atas penemuan obat ini malah sejumlah ahli mengkritik klaim temuan obat tersebut. Menurut praktisi kesehatan sekaligus akademisi Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD menyatakan bahwa publikasi di jurnal internasional diperlukan untuk mendapat pengakuan bahwa uji klinis tersebut memang valid dan bisa masuk guideline maupun protokol pengobatan baru. Lewat publikasi tersebut, akan dinilai juga apakah hasilnya konsisten dengan penelitian lain di berbagai negara. Minimnya publikasi inilah yang menuai berbagai kritik. Disampaikan juga oleh praktisi biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, PhD. Menurutnya, efektivitas dan keamanan kombinasi obat tersebut sulit dinilai jika data yang tersedia tidak cukup detail. Tak hanya itu, metodologi pengujian obat juga dipertanyakan karena dinilai tertutup dan tak trasparan.

Memalui konfernsi pers di channel Youtube BPOM, Rabu (19/8/2020) Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan “Ditemukan critical finding.” Yang dimaksud di sini critical finding atau temuan kritis saat melakukan inspeksi terhadap proses uji klinik fase tiga obat Covid-19 yang diperkenalkan Unair. Salah satu critical finding yang diungkap adalah soal keterwakilan subjek uji yang dinilai tidak mencerminkan randomisasi. Penny K Lukito jug mengatakan, hasil uji klinik fase tiga obat Covid-19 Universitas Airlangga belum mengikuti protokol yang ditetapkan. Atas dasar itulah peneliti harus merevisi hasil uji tersebut. Kata Penny “kemudian juga OTG yang diberikan obat terapi, padahal sesuai protokol, OTG tak perlu diberikan obat. Kita harus mengarah pada penyakit ringan, sedang, berat, dan tentu dengan keterpilihan masing-masing.”

Unair mengklaim sudah menguji obat ini terhadap 750 pasien positif Covid-19 yang tersebar di 13 rumah sakit di Pulau Jawa. Uji klinis yang dilakukan tim gabungan ini belum teregistrasi uji klinis WHO. Perwakilan WHO untuk Indonesia, Navaratnasamy Paranietharan mengatakan “Kami belum melihat atau meninjau data untuk penelitian dan uji klinis itu. Oleh karena itu, kami tidak dapat memberikan komentar khusus tentang masalah ini,” dikutip dari merdeka.com, Senin (24/8/2020).

Bu zullies juga menyebutkan bahwa hidroksiklorokuin dan lopinavir/ritonavir hanya menghasilkan little or no reduction dalam mortalitas dari pasien yang dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan obat standar. “Waktu itu, hasil (pengujian) ini tidak terlalu menggembirakan. Sehingga WHO menghentikan (uji klinis) discontinues tetapi untuk digunakan tetap boleh boleh aja. Hanya dalam konteks uji klini, WHO menyarankan untuk discontinues dan dipertanyakan juga kenapa kita justru mengujikan ini?” ujarnya.

Tutur Dicky Budiman, Epidemiolog dari Griffith University, Australia “Saya belum melihat paper-nya atau hasil riset yang ditulis dalam satu artikel ilmiah dan dimuat di jurnal ilmiah. (Paper-nya)Itu belum ada, baik itu yang (pengujian) fase I, fase II, maupun fase III. Ini, kan sudah disampaikan bahwa hidroksiklorokuin ini, pada riset yang dilakukan di Inggris juga di Amerika, membuktikan bahwa (hidroksiklorokuin) ini tidak efektif (untuk pasien) yang basisnya di rumah sakit. Nah dia (Unair) harus menjelaskan kalau misalnya ini dilakukan lagi oleh Unair apa argumentasinya (harus) disampaikan. Ingat juga bahwa riset vaksin, obat ini bukan sekadar kita dapat obat, kita dapat nama sebagai institusi, (tapi) ini juga menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap institusi riset, kepercayaan masyarakat institusi yang mengeluarkan produk-produk obat maupun vaksin. Kalau misalnya, ternyata ada efek samping bagaimana (masyarakat) percaya pada institusi yang memberikan izin (riset)? Ketergesaan, kemudian pengabdian, terhadap kaidah ilmiah itu akhirnya berujung mengakbatkan dampak kerugian, baik secara ekonomi maupun kesehatan dan kematian.”

Komentar netizen pun bikin tepok jidat dalam menanggapi keputusan ini. WHO dituding menjadi ganjalan atas berjalannya penemuan obat COVID-19 oleh Unair. Melalui kolom komentar narasinewsroom netizen menyampaikan kritiknya.
“Kenapa selalu meragukan dan berpatok sama jurnal? Ga ada salahnya untuk mencoba dulu…”
“Selalu WHO yang menjadi batu sandungan. Jadi timbul pertanyaan jika sepertinya WHO tidak ingin Indonesia menemukan obat Covid-19 sebelum mereka temukan terlebih dahulu”

Menurut Rektor Unair saat memberikan penjelasan terkait perkembangan obat Covid-19 (21/8) saat ini obat tersebut sudah masuk tahap izin produksi dan izin edar. Nasih berharap pihak badan POM memperlancar izin produksinya dan berharap bulan September sudah dapat beredar.

Nah karena kita seorang mahasiswa farmasi yang berkualitas jangan ikutan komentar yang sekiranya tidak masuk akal ya dan terkesan merendahkan. Kita dibebaskan untuk memberi opini dan kritik tapi haruslah yang membangun. Yuk guys kita dukung inovasi dan riset dalam negeri dan tetap disertai rasa nasionalisme. Salam untuk yang selalu jaga kesehatan dan stay at home.

Referensi:
https://farmasetika.com/2020/06/15/bpom-temuan-kombinasi-obat-covid-19-dari-unair-perlu-uji-klinik-untuk-peroleh-izin-edar/
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5137124/klaim-temuan-obat-covid-19-unair-yang-panen-kritik
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5139192/bpom-ungkap-critical-finding-dalam-uji-klinis-obat-corona-unair
https://www.liputan6.com/news/read/4337924/unair-klaim-temukan-obat-covid-19-ini-respons-who

Leave a comment

Your email address will not be published.