Kuliah Tamu – Mengenal Corona Virus Serta Penanganannya


Penyakit COVID-19 akhir-akhir ini menjadi topik yang hangat dibicarakan oleh masyarakat internasional. Tidak hanya menyebar secara cepat di Cina, tetapi juga merambah ke skala internasional hanya dalam beberapa bulan. Awalnya, masyarakat Indonesia masih terkesan sedikit gempar karena belum ada bukti penyebaran penyakit tersebut dari dalam negeri. Namun, kegemparan memuncak sejak Presiden Joko Widodo memberikan pernyataan secara langsung pada hari Selasa (03/03) bahwa terdapat dua warga negara Indonesia yang sudah dinyatakan positif COVID-19 setelah melalui uji klinis. Dua WNI tersebut merupakan seorang ibu dan anaknya yang sempat berinteraksi dengan seorang warga negara Jepang positif COVID-19.

Hal tersebut tentunya disambut kepanikan yang segera meluas di kalangan masyarakat, terutama masyarakat yang berdomisili di Depok, Jawa Barat karena dua WNI yang positif COVID-19 bertempat tinggal di kawasan tersebut. Mendapati kebingungan masyarakat yang semakin menjadi, pihak pemerintah tak henti-hentinya mengimbau supaya warga Indonesia tetap tenang dan menjalani kegiatan sehari-hari seperti biasa, tapi juga lebih berhati-hati. Supaya masyarakat tidak salah kaprah sekaligus terhindar dari penyebaran penyakit COVID-19, instansi-instansi di Indonesia terutama yang bergerak dalam bidang kesehatan melakukan sosialisasi atau penyuluhan mengenai penyakit tersebut, termasuk di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.

Rabu (04/03), Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada melakukan sosialisasi yang bertemakan “Mengenali Coronavirus serta Penanganannya”. Sosialisasi ini terbagi menjadi dua sesi dengan dua titik fokus yang berbeda. Sesi pertama yang dilaksanakan dari pukul 08.30 hingga 10.00 WIB berfokus pada deteksi penyakit COVID-19. Narasumber yang diundang yaitu Dr. Titik Nuryastuti, SpMK, PhD. Beliau merupakan dosen mikrobiologi Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada.

Presentasi beliau diawali dengan pengenalan mengenai Coronavirus itu sendiri yang merupakan virus RNA berantai positif dan ber-envelope. Sejatinya, terdapat tujuh jenis Coronavirus yang terdapat di dunia, namun hanya tiga jenis Coronavirus yang menyebabkan outbreak, yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus (MERS-CoV), dan 2019 Novel Coronavirus atau 2019-nCoV yang sekarang sedang menyebar dengan cepat ke berbagai negara. Dr. Titik memaparkan data bahwa 2019-nCoV justru memiliki mortality rate (tingkat kematian) yang lebih rendah daripada SARS maupun MERS-CoV. Namun, yang diwaspadai merupakan tingkat penyebaran atau transmisinya yang sangatlah cepat. Beliau juga menyampaikan bahwa terdapat pilihan rumah sakit di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjadi rujukan jika terdapat suspect COVID-19, yaitu Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito di Kota Yogyakarta dan Rumah Sakit Umum Panembahan Senopati di Kabupaten Bantul. Pasien suspect harus mengenakan Personal Protective Equipment (PPE) atau Alat Pelindung Diri (APD) sebelum melakukan uji spesimen. Spesimen yang wajib diambil yaitu usapan nasofaring dan orofaring (upper respiratory tract), sputum atau dahak dan bilasam bronkus (lower respiratory tract), serta sampel darah yang nantinya akan diteliti serumnya saja (dibutuhkan 3-5 mL). Setiap spesimen wajib diambil minimal dua kali dari pasien suspect.

Dr. Titik memberikan penegasan pada cara civitas akademika UGM untuk mengurangi transmisi dari Coronavirus, yaitu memakai Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker, menjaga sanitasi terutama dengan rajin membersihkan tangan dengan sabun, dan rajin membersihkan tempat-tempat atau pakaian yang sering terkena droplet orang lain. “Dalam penggunaan masker,” Dr. Titik menegaskan, “Hanya dikhususkan bagi orang yang sakit saja atau orang sehat yang merasa perlu, misal mau bepergian ke luar negeri. Kemudian, jika sudah dipakai empat sampai enam jam, harus segera dibuang karena sudah tidak ada manfaatnya lagi”. Pembersihan kain yang diduga mengalami kontak dengan droplet pasien suspect dapat dibersihkan dengan memberikan 0,1% Sodium hypochlorite dan diberikan suhu panas 90°C karena Coronavirus tidak tahan terhadap suhu dan kelembapan yang tinggi. Pada daerah kering dan bersuhu 22-25°C, Coronavirus dapat bertahan hingga lima hari.

Pada akhir sesi satu ini, Dekan Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Agung Endro Nugroho, M.Si., Ph.D., Apt., sempat bertanya mengenai keputusan paling tepat apabila terdapat beberapa mahasiswa luar negeri (terutama berasal dari benua Asia, yaitu Malaysia, Singapura, dan Kamboja) yang akan mengadakan kunjungan ke Fakultas Farmasi UGM dalam rangka student mobility dan International Community Services, “Apakah sebaiknya di-postpone (tunda) atau bagaimana?” Mengenai pertanyaan tersebut, Dr. Titik berpendapat bahwa terdapat tiga macam opsi yang dapat dilakukan. Pertama, sebelum memasuki negara Indonesia, mahasiswa dari luar negeri tersebut harus bersedia untuk dikarantina kurang lebih selama 14 hari sesuai prosedur yang tersedia. Kedua, tetap dilakukan diskusi secara tertutup dengan batas-batas tertentu karena jarak aman dari penyebaran Coronavirus adalah sejauh 1,8-2 meter dan sesudah acara, tempat harus segera dibersihkan. Pilihan yang terakhir yaitu mengadakan teleconference dengan mahasiswa dari luar negeri tersebut supaya memberikan rasa aman dari kedua belah pihak. Akhir kata, Dr. Titik berharap agar masyarakat Indonesia, terutama civitas akademika UGM, agar tetap menjaga ketenangan dan kebersihan dalam melakukan aktivitas sehari-hari agar terhindar dari COVID-19 ini.

Sempatkah terlintas dalam pikiran bahwa sebenarnya ada peristiwa yang lebih membahayakan dari Covid-19? Jawabannya adalah berita hoax. Berita hoax yang tersebar di telinga msyarakat sulit dikendalikan dibanding dengan seseorang penderita Covid-19. Sepercik hoax akan sangat sulit di”isolasi” seperti layaknya penderita covid-19 diisolasi dalam suatu ruamh sakit. Hal ini yang menjadi pembuka sesi 2 pada acara kuliah tamu (4/3) di RSU V Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada didatangkan pembicara dr. Ika T, SpPD, KP selaku konsultan paru RS Sardjito. Beliau berpendapat terkait kepanikan yang terjadi terkait Covid-19 ini. Ketika ada seseorang yang memborong berbagai keperluan hidup untuk jangka waktu berhari-hari. Seseorang tersebut pergi ke supermarket dengan pulang bersama banyak mie instan di kantongnya. Apakah tindakan ini berdampak positif baginya agar tidak terjangkit virus Corona? Bila dipikir sepintas oke aja, dengan cara tidak keluar rumah Covid-19 tak akan menyerang diri kita. Namun, akankah seseorang itu dapat terus dikatakan sehat? Bagaimana jika ia makan banyak mie instan dari supermarket? Justru kebalikannya, dalam kurun waktu yang cukup lama orang itu akan mengalami gangguan pencernaan hingga terjangkit kanker colon. Selain itu Ia tak akan pergi ke lapangan untuk sekadar jogging di pagi hari yang dapat membuat tubuh menjadi sehat. Kesehatan bahkan lebih mahal daripada gundukan berlian yang berkilau. Manuisa tidak selamanya bisa terus sehat dan bugar sepanjang hidupnya meski telah berolahraga rutin dan makan 4 sehat 5 sempurna. Pasti ada peristiwa yang mengancam kesehatan manusia.

Masih ingatkah Kalian dengan wabah SARS dan MERS? Berapa banyak pasien meninggal akibatnya? Sebagai perbandingan, SARS memiliki tingkat kematian 9,6 persen (774 orang) selama wabah 2003, sementara MERS memiliki kasus kematian sebesar 35 persen (828 orang). Hasil penelitian menunjukkan angga penularan Covid-19 paling tinggi diantara ketiga virus ini, tetapi hingga saat ini angka kematiannya hanya menunjukkan sekitar 2,3 persen sama dengan 1.023 orang. Kematian 1.023 pasien bukan angka yang kecil karena penularan virus ini begitu mudah. Seperti diatas bahwa Covid-19 memiliki persen jumlah kematian yang sangat kecil, sehingga belum bisa disamakan dengan bahayanya virus MERS dan SARS untuk saat ini. Para pakar internasional telah memperingatkan bahwa angka awal mungkin tidak menggambarkan keseluruhan. Persentase kematian akibat Covid bisa saja menurun seiring berjalannya waktu karena ditemukan kasus yang lebih ringan dan tidak perlu perawatan medis.

Harapan para tenaga kesehatan serta masyarakat umum begitu besar untuk terhentinya penularan virus Covid-19. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga 135 pintu masuk ke negara ini. Samua pengunjung melewati prosedur screening yang telah ditetapkan dalam upaya mencegah penularan virus ini di Indonesia. Virus Covid-19 sendiri menular melalui cairan rongga mulut, hidung, dan pernafasan. Ketika seseorang batuk atau bersin, ia akan mengeluarkan percikan yang kemudian melayang di udara bebas. Ukuran percikan ini bermacam-macam ada yang berukuran dropltes dan airbond. Percikan yang berukuran airbond ini ukurannya lebih kecil sehingga dapat terbang lebih jauh. Sedangkan percikan yang berukuran droplets memiliki ukuran yang lebih besar sehingga jarak terbangnya hanya 1,5-1,8 meter. Fomit ini yang kemudian jatuh pada permukaan yang dapat dijangkau oleh masusia. Ketika seseorang mengenai droplet ini kemudian masuk via saluran pernafasan maupun pernafasan sehingga orang tersebut tertulat oleh Covid-19.

Kemudian bagaimana dengan deteksi pasien di Indonesia itu sendiri? Seseorang yang datang ke Rumah Sakit untuk diperiksa apakah dirinya terjangkit corona atau tidak memang perlu tindakan khusus. Ada 4 tahapan bagi pasien, yaitu pemantauan, pengawasan, probably, dan konfirmasi. Pemantauan pada pasien dilakukan dengan melihat adanya pneumonia. Di saat seseorang pernah berinteraksi langsung dengan seseorang yang dinyatakan positif Corona perlu dilakukan pengawasan lebih lanjut. Diagnosis Covid-19 sangat sulit karena gejala yang muncul sama persis dengan Influenza. Cara paling efektif dengan menanyakan kemana pasien telah pergi, apakah Jepang, Korea Salatan, Itali atau lokal transmisi lain? Atau memang sebelumnya pergi ke Tiongkok? Faktor risiko lain yang penting adalah riwayat kontak langsung dengan pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19. (Red : Regita Gita, Amira Sanniya, Titan Rahmadien).

Leave a comment

Your email address will not be published.