UGM ditetapkan sebagai kawasan bebas rokok – Peraturan Rektor Nomor 29/P/SK/HT/2008
Sejak diberlakukan kebijakan tersebut, semua pegawai UGM maupun civitas akademika tidak diperbolehkan untuk merokok di lingkungan kampus; lingkungan kerja, tempat-tempat ibadah, dan tempat pelayanan kesehatan yang ada di sekitar UGM. Kebijakan ini memfokuskan pada Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di wilayah UGM. Begitu pula bagi Fakultas Farmasi yang juga harus menerapkan dan melaksanakan peraturan rektor tersebut.
Jika dilihat dari kebijakan tersebut maka para perokok tidak bisa melakukan kegiatan merokok. Namun pada keputusan rektor itu juga memberikan kelonggaran pada para perokok. Didalamnya terdapat keringanan yaitu, jika pimpinan menghendaki adanya ruangan khusus atau tempat-tempat khusus untuk para perokok maka diijinkan namun memiliki beberapa syarat. Syarat ruangan tersebut yaitu harus terpisah dan dilengkapi dengan alat penghisap udara.
Karena Fakultas Farmasi UGM juga harus menerapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), salah satu langkah yang sudah dilakukan adalah memberikan tanda kawasan antirokok dari unit I sampai unit V sehingga di kawasan tersebut sudah sangat jelas untuk dilarang merokok.
Menurut Dr. Ratna Asmah Susidarti, MS., Apt selaku Wakil Dekan Farmasi UGM Bidang Sumber Daya Manusia dan Aset, di Fakultas Farmasi UGM memang sudah ada tanda bahwa kawasan tersebut merupakan KTR namun tidak ada kawasan atau ruangan khusus yang disediakan bagi orang-orang yang ingin merokok di Fakultas Farmasi ini. Sebab sama saja memberi ruang untuk merokok bagi para perokok.
Sanksi yang diberikan hanya sebatas sanksi sosial maupun himbauan. Para pelanggar kebijakan tidak diberikan sanksi yang tegas karena tidak ada hukum tertulisnya.
Masih menurut Dr.Ratna, Farmasi UGM tidak mengizinkan untuk menerima bantuan dari perusahaan rokok yang biasanya berupa bantuan beasiswa mahasiswa. Apalagi beasiswa yang ditawarkan untuk mahasiswa di UGM sangat banyak sehingga tidak perlu mengambil beasiswa yang ditawarkan perusahaan rokok. Ini merupakan salah satu komitmen Farmasi UGM untuk menjauhi rokok.
Dilain pihak menurut Arif Kurnia Rahman (BEM Farmasi UGM, Kepala Departemen Advokasi dan Aksi), didalam menerapkan kebijakan ini agar berjalan lancar diperlukan keikutsertaan semua civitas akademika, tidak hanya para perokok yang berusaha sendiri untuk berhenti merokok namun perlu dukungan dari para pemegang kebijakan atau pimpinan untuk bisa membuat aturan yang jelas dan tegas.
Dan juga, tidak kalah pentingnya yaitu, terus menghimbau kepada masyarakat bahwa kita harus peduli untuk tidak merokok. Apalagi, kita belajar farmasi yang tidak lain merupakan salah satu bidang kesehatan yang seharusnya peduli tentang kesehatan.
Dengan kebijakan ini maka diharapkan di masa mendatang semua masyarakat akan peduli dengan kesehatan dimulai dari peduli tentang rokok dan bahayanya karena kesehatan merupakan aset terpenting bagi kelangsungan makhluk hidup di dunia ini.
(Dina, Nia, vv)